Kamu lihat, bahwa iman
bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman
menjadi sempurna.
Yakobus 2:22
Berapa
banyak di antara kita yang sering kali menjadi latah untuk berkata “amin” saat
orang lain mengucapkan doa atau kata-kata positif mengenai kehidupan masa depan
kita, namun sebenarnya kita tidak sungguh-sungguh meng-amin-kannya dalam
tingkah laku dan pola pikir sehari-hari kita?
Orang
lumpuh yang terbaring 38 tahun lamanya di serambi kolam Betesda juga seperti itu. Sebenarnya ia bukan tidak mau sembuh, namun
ia selalu pesimis mengenai kehidupannya sehingga tidak ada usaha apapun yang
dia lakukan untuk “mengejar” kesembuhan itu.
Iman
tanpa perbuatan adalah sia-sia. Iman
tanpa usaha dan hanya menunggu “keajaiban” terjadi dalam kehidupan kita juga
adalah sia-sia. Lihat di ayat 14
mengenai kata-kata Yesus saat bertemu kembali dengan si lumpuh: “Engkau telah
sembuh, jangan berbuat dosa lagi.”. Dosa
apakah yang telah ia perbuat? Pola pikir
dan tingkah laku yang pesimis saat menghadapi suatu masalah. Tuhan ingin kita beriman dan juga berhikmat,
bagaimana agar kita tetap ada dalam pengharapan, meskipun keadaan yang kita
alami saat ini semakin menuju kepada kemustahilan.
Iman
selalu berhadapan dengan rentang waktu karena Tuhan ingin menguji seberarapa
besar iman kita untuk tetap berpegang pada pengharapan kita. Apakah kita menjadi lemah saat menghadapi
kondisi yang tidak memungkinkan. Iman adalah
soal pengharapan kita, bukan tentang apa yang kita hadapi sesuai dengan kondisi
yang saat itu kita hadapi. Pengharapan
kitalah yang membuat kita mengerjakan iman kita, bukan hanya menanti keajaiban
dengan berpangku tangan, tetapi mengusahakannya.
IMAN
ADALAH PERCAYA PENUH TERHADAP SESUATU YANG BELUM TERLIHAT DAN MENGUSAHAKANNYA
DALAM PENGHARAPAN DAN HIKMAT ALLAH.
No comments:
Post a Comment