Anak pertama
saya hampir berumur empat tahun ketika saya melahirkan anak kedua saya dua
tahun lalu. Sejak saat itu, dunia yang
tadinya hanya miliknya seorang, kini harus ia jalani berdua dengan
adiknya. Antara kasihan namun bangga,
dalam hal-hal tertentu, anak pertama saya harus belajar mementingkan
kepentingan orang lain di usia yang masih kecil itu. Seringkali, ia masih harus terus belajar
untuk mematikan ego nya dan mengalah ketika adiknya merebut mainan yang ia
pegang. Namun, ketika saya mengingat
kembali, ia sudah jauh banyak berubah dari dua tahun yang lalu. Saat ini, ia sudah bertumbuh semakin dewasa,
ia sudah mengerti bagaimana sikap seorang kakak seharusnya kepada adiknya. Walaupun begitu, saya harap, adiknya nanti
juga bisa belajar untuk menjadi dewasa seiring dengan perkembangan umurnya.
Kita mungkin
sudah sangat sering mendengar kata-kata ini: Kedewasaan seseorang tidak
ditentukan dari usianya, namun dari karakternya. Kita bisa mengenal orang-orang yang sangat
mudah tersinggung dan marah saat situasi berubah menjadi tidak
mengenakkan. Atau orang-orang yang
membalas dengan sikap yang kurang baik saat ia disakiti oleh orang lain. Atau orang-orang yang membalas kebaikan
seseorang hanya kepada orang yang memberi keuntungan untuk kehidupannya.
Lebih
tepatnya, kedewasaan ditentukan dari ego nya.
Semakin rendah tingkat ego nya, semakin dewasa karakternya. Apakah ia masih bisa mengasihi saat
disakiti? Apakah ia masih bisa
memberikan pengampunan walaupun ia diperlakukan tidak adil dan tidak
mengenakkan oleh seseorang? Apakah ia
mau mendahulukan kepentingan orang lain dan tidak melulu hanya memikirkan
dirinya sendiri?
Kita dipanggil untuk suatu tujuan dan pekerjaan
yang mulia, dan kita yang tidak layak karena dosa, sudah disucikan dan
dikuduskan oleh Allah untuk melakukan pekerjaan baik yang sudah dipersiapkan
Allah sebelumnya. Jadi, hidup kita
bukanlah milik kita sendiri. Oleh karena
itu, hiduplah sebagaimana kita seharusnya hidup untuk Allah. Tanggalkan semua ego kita dan biar kehendak
Tuhan yang bekerja atas hidup kita. More
of you, less of me.
No comments:
Post a Comment