Orang yang tidak dapat
menguasai dirinya seperti kota yang telah runtuh pertahanannya.
Ams 25:28
Saya
cukup tergelitik melihat sebuah acara TV yang “sengaja” memancing emosi
seseorang yang menjadi korbannya dengan cara merencanakan sebuah kejadian yang
sangat menjengkelkan sehingga sang korban akhirnya menjadi tidak sabar dan
amarahnya memuncak keluar. Hanya
orang-orang yang tetap bersikap sabar yang pada akhirnya akan mendapatkan
imbalan uang dari para kru acara tersebut.
Yang membuat menarik saya adalah kejadian-kejadian yang telah
dirancangkan tersebut sebelumnya bukanlah sebuah kejadian aneh yang jarang
terjadi di kehidupan nyata, malah kejadian tersebut sangatlah akrab dalam
kehidupan sehari-hari kita: diserempet angkot saat mengendarai motor/mobil,
antrian kita diserobot oleh orang lain, sampai tindakan tidak sopan dan kurang
ajar yang dilakukan seseorang terhadap kita.
Ada beberapa orang yang sangat sensitif dan mudah sekali menjadi
marah. Namun sebaliknya, ada orang-orang
yang terlihat tidak terganggu dan tetap bersikap baik seperti tidak terjadi
apapun.
Saat
saya remaja, yang saya tahu adalah, ketika kita diperlakukan tidak adil, reaksi
marah menjadi reaksi wajar yang seharusnya keluar sehingga orang lain mengetahui
bahwa kita bukan orang yang mudah dipermainkan.
Namun ketika saya semakin dewasa, saya belajar bahwa tidak seharusnya
kita dikuasai oleh emosi kita.
Sudah banyak
kejadian yang terjadi di sekitar kita yang bisa kita jadikan pelajaran yang
berharga: orang tua mencelakai anaknya sendiri yang rewel terus menerus, pria
muda yang membunuh selingkuhan kekasih wanitanya, anak yang melaporkan orang
tuanya sendiri atas kasus persengketaan hak waris kepada pihak yang berwenang,
dan lain sebagainya.
Sahabat, kita perlu belajar bahwa menguasai
diri bukan berarti mengalah atas setiap situasi tidak adil yang menimpa
kita. Orang yang menguasai dirinya
adalah orang-orang yang lebih dari pemenang, karena ia bisa bertahan atas
setiap keinginan daging dan hawa nafsu yang menguasai hidup kita. Penguasaan diri adalah indikator pertama yang
menentukan bagaimana seseorang dapat mengambil respon dalam sebuah situasi yang
dihadapinya. Pada akhirnya penguasaan
diri kita membuat orang lain boleh melihat kedewasaan karakter kita dan
kemuliaan Tuhan menjadi nyata atas kehidupan kita.
No comments:
Post a Comment