Search

15.5.09

Kesibukan Bukan Penghalang

“Hendaklah kasih itu jangan pura-pura! ... Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi hormat.” (Roma 12:9-10)

Sebagai anak, dulu saya seringkali mengeluh mengapa orang tua saya selalu sibuk dengan urusan pekerjaannya, sehingga tak banyak waktu yang mereka luangkan untuk kami, anak-anaknya. Tak jarang pula saya jadi mulai kurang peduli dengan keadaan keluarga kami. Tak banyak cerita yang saya bagikan untuk mereka, komunikasi pun seperlunya, bahkan cenderung jika ada maunya. Ketika saya pulang dari berbagai aktivitas saya di siang atau sore hari, seringkali saya tidak mendapatkan mereka berada di rumah. Mereka baru pulang larut malam, pada saat beberapa saatnya lagi saya harus tidur.

Namun ternyata, bukan saya satu-satunya orang di dunia ini yang mengalami keadaan demikian. Seorang teman terbaik saya pun ternyata hampir-hampir tak pernah ada waktu yang cukup untuk keluarga. Seluruh anggota keluarganya masing-masing sibuk dengan urusan pekerjaannya sendiri. Namun saya sangat mengagumi sikapnya yang selalu tetap berusaha menjaga hubungan baik dengan keluarganya. Setelah pulang beraktivitas di malam hari, tentunya ia sangat lelah dan ingin segera pergi tidur. Namun, ketika ia pulang dan mendapati ayahnya belum tidur, ia selalu memutuskan untuk menemani sang ayah, duduk di sampingnya untuk entah sekedar berbagai cerita hari itu, atau mungkin ada obrolan yang dapat ia diskusikan dengan sang ayah.

Saya selalu ingat kata-katanya, bahwa tak seharusnya melulu kita yang minta diperhatikan. Mungkin orang tua kita sibuk dengan pekerjaannya, namun tak berarti kita menjadi egois dan dengan pasif berharap mereka meluangkan waktunya untuk kita. Mengapa bukan kita yang berusaha berkorban sedikit waktu kita untuk mereka dengan cara kita terlebih dahulu yang menghampiri mereka dan membagi hidup kita untuk mereka? Karena seharusnya kesibukan kita tidak menjadi penghalang untuk kita tetap memiliki hubungan yang hangat di dalam keluarga. Sahabat, sebelum menjadi berkat bagi orang lain, mari menjadi berkat dalam lingkungan keluarga yang telah Tuhan percayakan kepada kita.
n.b: thx to van, my inspirator, yang selalu percaya, bahwa bakat itu ada... ^^

4.5.09

Fokus dan Konsistensi

Suatu kali saya berpikir, mengapa batu yang begitu keras dan besar di sungai dapat suatu hari menjadi lebih kecil daripada hari kemarin-kemarin, bahkan menghilang tak ada lagi. Lalu saya menemukan jawabannya. Air di sungai tersebut mengikis batu tersebut di titik yang sama berulang-ulang sehingga batu tersebut terkikis menjadi semakin kecil kemudian hilang.

Akhir-akhir ini, yang selalu "menghantui" pikiran saya adalah pergumulan saya tentang masa depan. Apa yang akan saya lakukan setelah saya lulus, pekerjaan apa yang akan saya ambil, di mana tempat kerja yang saya inginkan, apa rencana saya empat sampai lima tahun mendatang, dan lain sebagainya. Sejujurnya sebagai mahasiswa tingkat akhir, mungkin itu menjadi sindrom kebingungan yang harus dihadapi. Untuk pertama kalinya dalam hidup mungkin, ia harus benar-benar mengambil suatu keputusan yang tidak mudah dan cukup besar, karena keputusan tersebut akan memengaruhi hidupnya di masa yang akan datang. Untuk pertama kalinya, ia sendiri -tidak lagi oleh orang tua atau teman-teman di sekitarnya- yang harus memutuskan rencana kehidupannya dan belajar untuk mengambil keputusannya sendiri.

Saya mulai memikirkan pekerjaan yang saya sukai, bakat dan hobi yang saya miliki, pekerjaan yang mungkin akan menjadi prospek yang sangat bagus di kemudian hari. Lalu saya menemukan satu hal, bahwa apapun yang akan saya lakukan di masa yang akan datang, hal ini yang harus saya ingat: fokus dan konsistensi.

Fokus berarti terus memandang kepada satu tujuan, tanpa membiarkan diri dialihkan oleh perhatian-perhatian yang lain (yang mungkin lebih menarik perhatian kita). Fokus harus dimulai dari komitmen. Komitmen untuk tetap memandang tujuan tersebut, bagaimanapun kesulitannya. Namun fokus tak berarti apa-apa tanpa konsistensi. Saat kesulitan tersebut datang, kita butuh konsistensi. Konsistensi adalah ketekunan saat halangan dan tantangan datang. Konsistensilah yang menjaga kita akan tetap berada dalam jalur pandang kita, dan membantu kita menyelesaikan tujuan yang kita miliki sampai akhir.

Saya telah melihat beberapa contoh dalam hidup orang lain, bagaimana sulitnya ketika ia memutuskan untuk tetap berfokus pada apa yang sedang dilakukannya, sementara banyak hal lain yang sepertinya menarik untuk juga dilakukan. Namun ketika ia fokus pada apa yang menjadi tujuannya, sekarang saya melihat keberhasilan tersebut dalam hidupnya.

Terkadang kita berhenti berjalan saat batu besar di depan menghadang jalan kita, lalu memutuskan untuk berbelok ke jalan lain daripada menyingkirkan batu besar tersebut sehingga kita bisa menyelesaikan perjalanan kita. Mungkin kita lupa, bahwa di setiap jalan yang kita tempuh, pasti memiliki "batu besar"nya sendiri-sendiri. Daripada memilih jalan yang memiliki "batu" ter"kecil" dan termudah dalam perjalanan kita, lebih baik kita tetap berada dalam jalan kita dan menyingkirkan batu besar tersebut untuk kemudian berjalan lagi menyelesaikan perjalanan kita.

Ketika kita berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain, banyak hal yang harus kita mulai lagi. Adaptasi, proses pembelajaran, proses sosialisasi, penetapan tujuan, dan lainnya. Jika kita terus menerus memulai proses tersebut, akhirnya kita hanya membuang-buang waktu untuk hal yang seharusnya dapat kita capai dalam waktu tertentu. Karena sesuatu yang terus menerus dimulai dan dirintis dari awal tidak akan pernah maksimal dan bahkan mencapai kesuksesan yang kita impikan. Mengapa tak memilih fokus dulu di jalan yang kita tempuh, untuk kemudian memulai perjalanan yang baru setelah kita mencapai garis akhir? =)