Search

1.2.11

Hikmat Lewat Kata-kata

Lukas 2
46  Sesudah tiga hari mereka menemukan Dia dalam Bait Allah; Ia sedang duduk di tengah-tengah alim ulama, sambil mendengarkan mereka dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada mereka.
47  Dan semua orang yang mendengar Dia sangat heran akan kecerdasan-Nya dan segala jawab yang diberikan-Nya.
48  Dan ketika orang tua-Nya melihat Dia, tercenganglah mereka, lalu kata ibu-Nya kepada-Nya: "Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami? Bapa-Mu dan aku dengan cemas mencari Engkau."
49  Jawab-Nya kepada mereka: "Mengapa kamu mencari Aku? Tidakkah kamu tahu, bahwa Aku harus berada di dalam rumah Bapa-Ku?"
50  Tetapi mereka tidak mengerti apa yang dikatakan-Nya kepada mereka.
51  Lalu Ia pulang bersama-sama mereka ke Nazaret; dan Ia tetap hidup dalam asuhan mereka. Dan ibu-Nya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.
52  Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmat-Nya dan besar-Nya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia.

Saya memang belum pernah menjadi seorang ibu.  Saya tidak tahu bagaimana rasanya kehilangan satu-satunya anak selama tiga hari lamanya.  Namun saya bisa merasakan apa yang Maria rasakan saat menyadari bahwa anaknya hilang di kota lain yang bukan kota tempat dia tinggal, selama tiga hari.  Pasti ada rasa bersalah, rasa takut, rasa cemas dan kuatir, sedih, dan lain sebagainya.  Sebagai seorang wanita, saya tau rasanya kehilangan seseorang yang sangat berharga dalam hidupnya.  Mungkin saat itu Maria merasa gagal sebagai seorang Ibu, apalagi Yesus bukanlah anak biasa, Ia telah dinubuatkan untuk menjadi sang Mesias dan Maria adalah wanita yang terpilih untuk membesarkan anak tersebut.  Dan sekarang, anak itu hilang di kota lain, dan ia tidak bisa menemukannya selama tiga hari.  Beribu cara pasti sudah ia lakukan untuk mencari Yesus, mungkin dengan menanyakannya pada orang sekitar, mungkin pula membuat pengumuman sederhana, mengunjungi setiap tempat yang mungkin dikunjungi Yesus sebagai seorang anak berumur 12 tahun.

Hingga pada akhirnya orang tuaNya menemukan Yesus sedang asik berdiskusi dengan para ahli Taurat di Bait Allah, tanpa merasa cemas sedikitpun.  Saya membayangkan perasaan Maria saat ia akhirnya menemukan Yesus dan melihatnya dari kejauhan.  Maria pasti sangat senang dan gembira menemukan kembali anakNya, namun juga kaget karena ia menemukannya di Bait Allah.  Mari kita perhatikan bagaimana sebaliknya dengan respon Yesus.  Lihat Lukas 2: 48.  Ketika Maria dengan cemas menanyakan mengapa Yesus "menghilang" dari tengah-tengah mereka, Yesus malah menjawab: "Mengapa kamu mencari Aku?".  Mari bayangkan sebentar, jika suatu hari nanti mungkin anak kita yang berbicara seperti itu kepada kita.  Saat kita begitu cemas menantikan anak kita yang hilang ditemukan kembali, pasti bukan respon seperti itu yang kita harapkan datang dari mulut anak kita, bukan?  Kita pasti berharap mereka pun dengan cemas mencari kita, keberadaan orang tua yang melindungi mereka dan menjaga mereka aman dalam lindungan kita.  Bayangkan bagaimana perasaan Maria saat itu.  Mungkin Maria sedih dan kecewa mendengar Yesus berbicara suatu perkataan yang "menyakiti" perasaannya.

Namun lihat bagaimana respon Maria menghadapi ini.  Ayat 51 berkata "Dan IbuNya menyimpan semua perkara itu di dalam hatinya.".  Maria tidak menunjukkan perasaan dan emosi nya kepada siapapun, namun ia memilih untuk menyimpannya sendiri dan membereskannya dengan hatinya.  Maria bisa saja memarahi Yesus di depan banyak orang dan menyuruhnya pulang saat itu.  Maria berhak untuk itu, karena ia adalah ibuNya yang seharusnya mendidik anaknya dengan baik.  Namun Maria tidak tergesa-gesa untuk melakukan itu.  Ia memilih untuk menyimpan perkara tersebut di dalam hatinya dan dengan hikmat Allah ia membawa Yesus kembali pulang dalam asuhan mereka hingga genap waktunya Ia melakukan pekerjaan dan kehendak BapaNya.

Dan lihatlah ayat selanjutnya, konsekuensi dari tindakan Maria yang penuh hikmat dan bijaksana: "Dan Yesus makin bertambah besar dan bertambah hikmatNya dan besarNya, dan makin dikasihi oleh Allah dan manusia." (Lukas 2:52)

Wanita, kita adalah makhluk yang unik diciptakan Tuhan, memiliki perasaan dan emosi dan kepekaan yang sangat sensitif untuk melakukan dan mengenali segala sesuatu.  Bersyukurlah karena Tuhan mengaruniakan suatu karunia khusus dan istimewa untuk kita setiap wanita.  Namun seringkali kita menggunakannya dengan salah dan sembarangan, sehingga tidak membawa kemuliaan bagi Tuhan dan tidaklah menjadi berkat dan berfungsi bagi orang lain.  Seberapa sering kita tidak dapat mengontrol emosi kita ketika kita marah, sedih, takut, kecewa, dan lain sebagainya?  Seberapa sering kita mengeluarkan kata-kata negatif yang menyakitkan orang lain, melukai perasaan mereka, bertindak dengan emosi kita, dan tidak membangun karakter diri kita sendiri dan orang lain?

Tuhan mau kita belajar dari seorang Maria, yang dapat menjaga perkataan, sikap, dan perasaannya untuk tetap membawa kemuliaan bagi Tuhan dan menjadi berkat bagi orang lain, di tengah-tengah situasi yang tidak kita inginkan, sehingga kita tetap berfungsi sebagai seorang wanitaNya Allah yang bijaksana dan penuh hikmat Allah.  Dapatkah kita belajar menjaga mulut kita untuk berkata hal-hal yang tidak perlu kita katakan tentang keburukan orang lain?  Dapatkah kita belajar untuk mengontrol emosi kita ketika kita marah?  Dapatkah kita belajar menjaga sikap kita kepada setiap orang yang melukai hati dan perasaan kita?  Mari kita belajar untuk tetap menjadi bijaksana di tengah-tengah keadaan yang tidak menentu, menjadi bijaksana dan di atas rata-rata, sehingga setiap orang yang bertemu dengan kita dapat mengatakan: "Banyak wanita telah berbuat baik, tetapi kau melebihi mereka semua." (Amsal 31:29).