Search

21.1.12

Si Bodoh Tommy yang Mengejutkan Dunia


“Sebab katanya: “Asal kujamah saja jubah-Nya, aku akan sembuh.”  Markus 5:28

Suatu hari seorang ibu bernama Nancy Mathew Edison menerima secarik surat dari sekolah anaknya yang mengatakan bahwa anaknya yang tuli dan bodoh dikeluarkan dari sekolah karena tidak dapat mengikuti pelajaran.  Membaca tulisan itu, sang Ibu sangat marah dan bertekad untuk mengajari sendiri anaknya berbagai macam pelajaran di rumah.  Selama beberapa tahun ia lewati untuk mengajari anaknya.  Tidak mudah memang, namun sang Ibu terus berusaha dan tidak pernah menyerah.  Belasan tahun kemudian, sang anak bertumbuh dewasa dan mulai tertarik melakukan penelitian.  Seringkali penelitiannya gagal, namun setelah beribu kali mencoba, akhirnya ia berhasil menciptakan sebuah penemuan yang diakui dunia.  Betapa tidak, Thomas Alfa Edison, nama anak itu, adalah seorang penemu pertama lampu yang kita gunakan saat ini.  Bayangkan, jika di tengah jalan sang Ibu merasa kelelahan dan menyerah untuk mengajar Tommy yang bodoh, tidak akan ada Thomas Alfa Edison yang menciptakan sebuah penemuan besar.
Beribu-ribu tahun yang lalu, seorang perempuan telah mengalami sakit pendarahan selama dua belas tahun lamanya.  Dua belas tahun bukanlah waktu yang sebentar untuk tetap bisa tahan dan berjuang dengan penyakit tersebut.  Sepertinya tidak ada lagi harapan untuk sembuh.  Berbagai tabib dan pengobatan sudah dijalani.  Tak ada lagi yang dapat dilakukan selain pilihan untuk menyerah.  Namun tidak begitu dengan perempuan ini.  Ia menaruh harapannya pada Yesus dan beriman untuk sembuh.  Imannya menyembuhkannya.  Mujizat terjadi.
Sahabat, seringkali kita merasa lelah untuk berharap ketika setelah sekian lama doa-doa kita belum terjawab.  Namun mujizat terjadi saat kita masih berharap bahkan ketika sepertinya semua jalan sudah tertutup.  Terkadang Tuhan sengaja membawa kita pada suatu keadaan yang kelihatannya tidak mungkin, dengan tujuan memperkuat iman kita bahwa kita hanya dapat menggantungkan harapan kita padaNya.  Ia ingin masalah tidak membuat kita menyerah, apapun keadaannya.  Karena kita tidak pernah tahu bahwa keputusan kita untuk berharap (sekali lagi) adalah ujian terakhir kita supaya mujizat Tuhan terjadi dan janjiNya dipenuhi dalam hidup kita

MUJIZAT TERJADI SAAT KITA MASIH BERHARAP

Testimoni Palsu


“… dan kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” Kisah Rasul 1:8b

Seorang teman terus membujuk saya untuk membeli sebotol obat dan suplemen kesehatan yang ia jual secara MLM (multi level marketing).  Menurutnya, obat tersebut berkhasiat dan meningkatkan stamina, daya tahan tubuh, dan menjaga kesehatan.  Ia seringkali menceritakan pengalaman berbagai orang yang telah mencobanya.  Saya nampaknya kurang tertarik karena sudah cocok dengan suplemen kesehatan yang saya gunakan, lagipula harganya tidak murah dan cukup menguras uang bulanan saya. Saya telah menolak dengan berbagai alasan.  Namun, karena terus menerus dibujuk setiap hari, saya agak jengkel juga.  Yang menjengkelkan saya adalah ceritanya tentang berbagai tesmoni orang-orang yang telah menggunakannya terkesan dibuat-buat dan agaknya tidak masuk akal saya.  Akhirnya saya tanya, bagaimana dengan pengalamannya sendiri?  Apakah ia telah merasakan khasiat seperti yang selama ia ceritakan tentang orang lain.  Ditanya begitu, ia nampaknya gelagapan dan berkata bahwa ia baru akan membelinya bulan depan setelah gajian.  Saya tertawa.  Bagaimana ia bisa memasarkan suatu produk yang sebenarnya belum pernah ia rasakan atau alami sendiri keunggulannya?
Tapi seringkali kita juga begitu.  Seringkali kita terlihat aktif mengikuti berbagai pelayanan dan bersaksi mengenai kehidupan kita kepada orang lain.  Tak jarang kita sedikit melebih-lebihkan kesaksian kita untuk mendapat penghargaan di mata mereka.  Kita berusaha membangun image rohani baik di dalam maupun di luar gereja.  Namun apakah kehidupan kita sehari-hari yang sebenarnya menjadi kesaksian yang sebenarnya bagi orang lain, terutama yang belum mengenal Tuhan?  Bagaimana saat kita menghadapi masalah?  Bagaimana saat kita ada dalam kondisi tertekan?  Apakah hidup kita tetap memancarkan sebuah testimoni yang baik tentang pekerjaan Tuhan dalam hidup kita bagi orang lain?
Untuk menjadi saksi bagi Kristus, pertama-tama kita harus mengalami Kristus secara pribadi dalam hidup kita.  Ada sebuah pengalaman pribadi yang kita alami bersama Tuhan.  Kekristenan selalu berbicara tentang hubungan.  Ada waktu yang diluangkan, ada komunikasi yang dibangun, ada karakter yang diubah, ada proses yang dibentuk sampai kesempurnaan seperti Kristus terjadi.  Sahabat, bagaimana pengalaman pribadimu dengan Kristus hari-hari ini?

UNTUK MENJADI SAKSI KRISTUS, KITA PERLU MENGALAMI KRISTUS SECARA PRIBADI